Welcome To My Blog AYU YULISTIATI - See more at: http://www.Ayuyulistiati@blogspot.com - Ayu.yulistiati@yahoo.com - Terima Kasih Sudah Berkunjung di Blog Me ^_^

Perkembangan Etika Bisnis Dan Profesi Pada Abad 21

Posted by : PuppyMoon di 22.43

Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat istiadat (kebiasaan). Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.

Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok social itu sendiri.

A.       PENTINGNYA ETIKA

Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.

Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.

Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya prilaku manusia :
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
a. ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b. ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil
keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya
lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.

ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.

Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.


B . Perkembangan Etika Bisnis di Indonesia.
Etika bisnis dapat dikatakan baru berkembang dalam satu dua dasawarsa terakhir ini. Jika dibandingkan dengan etika khusus lainnya sebagai cabang etika terapan, seperti etika politik, dan kedokteran, etika bisnis dirasakan masih sangat baru. Dengan semakin gencarnya pembicaraan mengenai etika bisnis di masyarakat bersama dengan hidupnya kegiatan bisnis di negera kita, mulai disadari bahwa etika bisnis perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar, khususnya dalam kerangka perilaku bisnis di Indonesia.

Disadari bahwa tuntutan dunia bisnis dan manajemen dewasa ini semakin tinggi dan keras yang mensyaratkan sikap dan pola kerja yang semakin profesional. Persaingan yang makin ketat juga juga mengharuskan pebisnis dan manajer untuk sungguh-sungguh menjadi profesional jika mereka ingin meraih sukses. Namunyang masih sangat memprihatinkan di Indonesia adalah bahwa profesi bisnis belum dianggap sebagai profesi yang luhur. Hal ini disebabkan oleh pandangan masyarakat yang menganggap bahwa bisnis adalah usaha yang kotor. Itulah sebabnya bisnis selalu mendapatkan konotasi jelek, sebagai kerjanya orang-orang kotor yang disimbolkan lintah darat yaitu orang yang mengeruk keuntungan secara tidak halal menghisap darah orang lain. Kesan dan sikap masyarakat seperti ini sebenarnya disebabkan oleh orang-orang bisnis itu sendiri yang memperlihatkan citra negatif tentang bisnis di masyarakat. Banyak pebisnis yang menawarkan barang tidak bermutu dengan harga tinggi, mengakibatkan citra bisnis menjadi jelek. Selain itu juga banyak pebisnis yang melakukan kolusi dan nepotisme dalam memenangkan lelang, penyuapan kepada para pejabat, pengurangan mutu untuk medapatkan laba maksimal, yang semuanya itu   merupakan bisnis a-moral dan tidak etis dan menjatuhkan citra bisnis di Indonesia.

Rusaknya citra bisnis di Indonesia tersebut juga diakibatkan adanya pandangan tentang bisnis di masyarakat kita, yaitu pandangan praktis-realistis dan bukan pandangan ideal. Pandangan praktis-realistis adalah pandangan yang bertumpu pada kenyataan yang berlaku umum dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia untuk memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan. Pada pandangan ini ditegaskan secara jelas bahwa tujuan dari bisnis adalah mencari laba. Bisnis adalah kegiatan profit making, bahkan laba dianggap sebagai satu-satunya tujuan pokok bisnis. Dasar pemikiran mereka adalah keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis itu. Tanpa keuntungan bisnis tidak mungkin berjalan. Friedman dalam De George (1986) menyatakan bahwa dalam kenyataan keuntunganlah yang menjadi satu-satunya motivasi dasar orang berbisnis. Karena orang berbisnis inginmencari keuntungan, maka orang yang tidak mau mencari keuntungan bukan tempatnya di bidang bisnis. Inilah suatu kenyataan yang tidak bisa disangkal. Lain halnya dengan pandangan ideal, yaitu melakukan kegiatan bisnis karena dilatarbelakangi oleh idealisme yang luhur.

Menurut pandangan ini bisnis adalah suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dasar pemikiran mereka adalah pertukaran timbal balik secara fair, di antara pihak-pihak yang teribat. Maka yang ingin ditegakkan adalah keadilan kumulatif dan keadilan tukarmenukar yang sebanding. Konosuke Matsushita dalam Lee dan Yoshihara (1997) yang menyatakan bahwa tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan, melainkan untuk melayani masyarakat. Sedangkan keuntungan adalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis yang kita lakukan. Fokus perhatian bisnis adalah memberi pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan kita akan memperoleh keuntungan dari pelayanan tersebut. Pandangan bisnis ideal semacam ini, bisnis yang baik selalu memiliki misi tertentu yang luhur dan tidak sekedar mencari keuntungan. Misi itu adalah meningkatkan standar hidup masyarakat, dan membuat hisup manusia menjadi lebih manusiawi melalui pemenuhan kebutuhan secara etis.

Melihat pandangan bisnis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa etika bisnis di Indonesia masih jelek. Citra jelek tersebut disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis hanya sebagai sekedar mencari keuntungan. Tentu saja mencari keuntungan sebagaimana dikatakan di atas. Hanya saja sikap yang timbul dari kesadaran bahwa bisnis hanya mencari keuntungan telah mengakibatkan perilaku yang menjurus menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mengindahkan nilai-nilai manusiawi lainnya seperti adanya persaingan tidak sehat, monopoli, kecurangan, pemalsuan, eksploitasi buruh dan sebagainya. Keuntungan adalah hal yang baik dan perlu untuk menunjang kegiatan bisnis selanjutnya, bahkan tanpa keuntungan, misi luhur bisnis pun tidak akan tercapai. Persoalan dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan agar keuntungan yang diperoleh itu wajar-wajar saja, karena yang utama adalah melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tidak merugikan pihakpihak yang terkait dalam bisnis ini. Perkembangan etika bisnis di Indonesia yang demikian itu, nampaknya hingga sekarang masih jauh dari harapan.

C. Dampak Negatif Akibat Implementasi Bisnis yang Tidak Etis di Indonesia
Pada dunia bisnis, upaya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya merupakan hal yang wajar. Bahkan upaya ini akan menyemarakkan keseluruhan sistem perekonomian nasional, dalam arti keuntungan yang sebesarbesarnya didapatkan dengan melaksanakan berbagai kegiatan yang akan mempengaruhi perekonomian. Namun sayangnya dalam kenyataan upaya mendapatkan keuntungan tersebut cenderung mengabaikan etika bisnis.

Keuntungan yang besar diperoleh dengan mengorbankan faktor-faktor bisnis lainnya. Perilaku bisnis yang tidak etis untuk mendapatkan keuntungan maksimum akan berdampak sebagai berikut.
1. Upah dan kesejahteraan karyawan menurun. Seperti diketahui bahwa salah satu ukuran yang digunakan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya adalah memaksimumkan hasil penjualan dan meminimumkan seluruh biaya perusahaan. Upaya meminimumkan biaya perusahaan antara lain dengan menekan upah tenaga kerja. Akibatnya kesejahteraan karyawan menjadi rendah dan tidak sesuai dengan kontribusi kerja yang diberikan karyawan kepada perusahaan. Keadaan tersebut telah melanggar etika bisnis.
2. Mematikan usaha pemasok. Para pengusaha seringkali menekan harga faktor input yang diperoleh dari para pemasok. Selain itu pengusaha cenderung menunda pembayaran. Hal ini akan berakibat mematikan usaha dan mata pencaharian para pemasok. Bahkan beberapa perusahaan besar berupaya mendirikan perusahaan baru atau mengakuisisi perusahaan yang telah ada untuk menggantikan fungsi para pemasok. Keadaan tersebut melanggar etika bisnis, karena etika yang benar adalah mendorong perkembangan para pemasok yang dalam jangka panjang akan menguntungkan perusahaan yang
bersangkutan.
3. Merusak lingkungan. Untuk memaksimumkan keuntungan, masih banyak pengusaha yang cenderung menggunakan input yang yang merusak lingkungan alam. Terutama hal ini terjadi pada sektor usaha dan industri yang berorientasi pada bahan baku dari alam. Selain itu juga proses produksi yang menghasilkan limbah industri yang mencemari lingkungan. Ambisi para pengusaha ini melanggar etika bisnis karena keuntungan yang didapatkan diperoleh dengan mengorbankan lingkungan hidup. Hal ini berarti bahwa keuntungan yang diperolehnya didapat atas korban dari masyarakat lainnya.
4. Merugikan konsumen. Akibat ambisi pengusaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, masih banyak pengusaha yang merugikan konsumen, antara lain dengan menurunkan kualitas barang dan jasa yang dihasilkan di bawah standar, pengiriman barang yang lambat, dan menaikkan harga barang di atas norma-norma kewajaran. Di dalam etika bisnis hal-hal tersebut melanggar moralitas usaha. Selain itu, penyampaian output hasil usaha kepada para konsumen sering dilaksanakan melalui pedagang perantara atau pengecer untuk memperluas jaringan distribusi. Tindakan akuisisi jaringan pengecer (retailer) untuk kepentingan produsen akan membunuh pedagang eceran dan hal ini melanggar etika bisnis.
5. Membohongi bank dan lembaga pembiayaan lain. Masih banyak para konsultan yang dalam membuat appraisal cenderung menyatakan feaseable, walaupun sebenarnya tidak demikian. Masih banyak penilai yang menaikkan nilai aset yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak kredit. Masih banyak para akuntan yang tidak jujur. Dengan hal-hal tersebut, maka bank dengan tanpa penelitian seksama memberikan kredit melebihi dari yang seharusnya. Hal inipun merupakan tindakan perusahaan yang melanggar etika bisnis.

Hal-hal di atas merupakan contoh kegiatan yang cenderung melanggar etika bisnis . namun demikian, pada saat ini tidak boleh pesimis dengan kemampuan etika dan moral sebagian pengusaha kita yang berambisi untuk bisnis yang halal dan berkah. Mereka sebagai pengusaha yang patriotik mengajak dan memperingatkan para pengusaha lainnya untuk selalu berlaku etis dan moralis. Asosiasi pengusaha seperti KADIN dapat menjadi  pendorong ke arah pelaksanaan etika dan moral usahawan yang lebih baik untuk itu perlu adanya reorientasi baru di mana para pimpinan harus memahami etika dan moral bisnis yang memadai.

Perkembangan Terakhir dalam Etika bisnis dan profesi

Dalam pandangan saya, pengertian etik tersebut sudah melewati empat tahap atau fase perkembangan generasi pengertian, yaitu
1.      fase pengertian teologis (etika teologis)
2.      fase pengertian ontologis (etika ontologis)
3.      fase pengertian positivis (etika positivist)
4.      fase pengertian fungsional (etika fungsional).”
1.Etika Teologis
Pada perkembangan generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari sistem ajaran agama.Semua agama mempunyai ajaran-ajarannya sendiri-sendiri tentang nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup bagi para penganutnya.Karena itu, ajaran etika menyangkut pesan-pesan utama misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib, monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu.Semua rumah ibadah diisi dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan masing-masing.
Bagi agama-agama yang mempunyai kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu juga adalah soal-soal yang berkaitan dengan etika.Karena itu, perbincangan mengenai etika seringkali memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama. Bahkan dalam Islam dikatakan oleh nabi Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku diutus menjadi Rasul kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi utama kenabian Muhammad saw.
2.Etika Ontologis
Dalam perkembangan kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para filosof dan agamawan sebagai objek kajian ilmiah.Karena filsafat manusia sangat berkembang pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia ini.Karena itu, pada tingkat perkembangan pengertian yang kedua, etika itu dapat dikatakan dilihat sebagai objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah yang saya namakan sebagai tahap perkembangan yang bersifat ontologis.Etika yang semula hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi ‘ethics’ dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.
3.Etika Positivist
Dalam perkembangan selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan secara abstrak dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit dan bersifat operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu bentuk kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang pernah dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada abad ke 18 yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam perkembangan generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode etika di pelbagai bidang organisasi profesi dan organisasi-organisasi publik. Bahkan sejak lama sudah banyak di antara organisasi-organisasi kemasyarakatan ataupun organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode Etik Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik kepengurusan dan keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika PNS.Inilah taraf perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan publik.Namun, hampir semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat proforma.Adanya dan tiadanya tidak ada bedanya.Karena itu, sekarang tiba saatnya berkembang kesadaran baru bahwa kode etika-kode etika yang sudah ada itu harus dijalankan dan ditegakkan sebagaimana mestinya.
4.Etika Fungsional Tertutup
Tahap perkembangan generasi pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan sebagai tahap fungsional, yaitu bahwa infra-struktur kode etika itu disadari harus difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan bersama. Untuk itu, diperlukan infra-struktur yang mencakup instrumen aturan kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat diharapkan benar-benar bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai muncul kesadaran yang luas untuk membangun infra struktur etik ini di lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB merekomendasikan agar semua negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics infra-structure in public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan lembaga penegak kode etik.
5.Etika Fungsional Terbuka
Namun demikian, menurut Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini, semua infra-struktur kode etik dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut di atas dapat dikatakan sama sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem peradilan etika yang bersifat independen dan terbuka sebagaimana layaknya sistem peradilan modern. Persoalan etika untuk sebagian masih dipandang sebagai masalah private yang tidak semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu, semua lembaga atau majelis penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup dan dianggap sebagai mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap organisasi atau lingkungan jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan proses penegakan etika itu selama ini memang tidak dan belum didesain sebagai suatu proses peradilan yang bersifat independen dan terbuka.

Perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):

1. Situasi Dahulu Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

Etika Profesional Profesi Akuntan Publik

Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.

Sumber :

http://dion.staff.gunadarma.ac.id

http://ihdaafdila.blogspot.co.id/2014/01/perkembangan-terakhir-dalam-etika.html







0 komentar:

Posting Komentar